HOMO FLORESIENSIS DAN FAKTA YANG TERUNGKAP SEPUTAR MITOS EVOLUSI

Posted: Monday, March 29, 2010 by Rosliana Devi in
6



Homo floresiensis and Homo sapiens

Sebuah tim penggalian situs purbakala di bawah pimpinan ilmuwan Australia dan Indonesia telah menemukan sisa-sisa kerangka delapan manusia dengan ukuran tubuh agak pendek dan volume otak kecil di dalam gua Liang Bua di pulau Flores, Indonesia. Fosil-fosil tersebut diberi nama Homo floresiensis (Manusia Flores), yang diambil dari nama pulau tempat ditemukannya fosil tersebut.

Salah satu kerangka, yang diperkirakan seorang perempuan berusia 30-an tahun dan meninggal sekitar 18.000 tahun lalu, tingginya hanya 1 meter. Volume otak wanita itu hanya 380 cc. Informasi ini penting, sebab ukuran otak tersebut boleh dikatakan kecil, bahkan untuk seekor simpanse sekalipun.
Penyelidikan atas penemuan itu, yang diperkirakan berlaku paling tidak bagi 8 kerangka tersebut, menunjukkan bahwa H. floresiensis hidup di dalam gua ini antara 95.000 dan 12.000 tahun yang lalu.
Pendapat bersama dari para ilmuwan yang meneliti perkakas dan tulang-belulang hewan yang berhasil ditemukan dalam penggalian di dalam gua tersebut adalah bahwa individu-individu H. floresiensis memperlihatkan perilaku kompleks yang memerlukan kemampuan berbicara, dengan kata lain mereka adalah manusia cerdas yang hidup bermasyarakat dan memiliki keterampilan (kemampuan berkarya). Batu-batu yang dipahat dan diasah tajam untuk keperluan tertentu ditemukan di dalam gua itu, dan keberadaan kerangka hewan memperlihatkan bahwa mereka adalah para pemburu yang berhasil, yang mampu menangkap binatang-binatang yang lebih besar dari tubuh mereka sendiri.
Apa yang telah Anda baca sejauh ini adalah fakta-fakta objektif yang sebenarnya tentang penemuan tersebut. Kini marilah kita cermati sejumlah pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh para evolusionis untuk memasukkan penemuan ini agar sesuai dengan mitos evolusi, dan mari kita pahami bagaimana sebuah penemuan yang sebenarnya memberikan pukulan keras terhadap Darwinisme ini telah diputarbalikkan menjadi alat propaganda oleh media massa Darwinis.
Tulisan ini menanggapi pernyataan evolusionis tentang H. floresiensis yang dibuat dalam laporan Ntvmsnbc.com, 28 Oktober 2004, dengan judul "Revolution in Anthropology: The Hobbits" ("Revolusi di Bidang Antropologi: Manusia Kerdil yang Hidup di Lubang). Dalam laporan ini, Ntvmsnbc.com mengabarkan penemuan H. floresiensis dengan judul "new human-like species unearthed" ("spesies baru yang mirip manusia telah diketemukan"), dan menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini muncul di pulau Flores sebagai hasil dari "proses evolusi yang tidak diketahui." Alasan mengapa pernyataan ini tidak memiliki keabsahan ilmiah dijelaskan di bawah ini, dan dukungan membabi buta Ntvmsnbc.com terhadap Darwinisme pun tersingkap.
PENIPUAN tentang "spesies mirip manusia"
Alasan mengapa para ilmuwan memilih memberi nama fosil tersebut H. floresiensis adalah sebagaimana berikut: ketika para peneliti, yang sedari awal menerima gagasan bahwa manusia muncul melalui proses evolusi, menemukan fosil yang berasal dari ras-ras manusia zaman dulu, mereka memberinya nama sedemikian rupa agar cocok dengan mitos evolusi yang mereka munculkan dalam benak mereka.
Metoda yang digunakan untuk melakukan hal ini didasarkan pada penafsiran yang dilebih-lebihkan tentang variasi (*) antar ras-ras manusia zaman dulu, dan variasi antara ras-ras tersebut dengan manusia modern. Dengan cara inilah mereka mengumumkan fosil-fosil tersebut sebagai "spesies baru."
Fosil-fosil H. floresiensis juga merupakan produk dari metoda ini, dan penjelasannya sebagai spesies baru didasarkan hanya pada praduga evolusionis.
Kenyataan yang sebenarnya adalah bahwa penggambaran H. floresiensis sebagai spesies manusia baru tidak menambahkan dukungan apa pun terhadap teori evolusi. Sebaliknya, penemuan ini mengungkap betapa sesungguhnya pernyataan seputar hal tersebut telah dipaksakan.
1. Mustahil memastikan garis batas pemisah spesies dengan melihat pada tulang-belulang
Gagasan tentang spesies biologis digunakan di masa kini untuk makhluk-makhluk hidup yang dimasukkan dalam kelompok yang sama yang dapat melangsungkan perkawinan dan menghasilkan keturunan yang sehat. Definisi ini didasarkan pada kemampuan bereproduksi dengan sesama sebagai garis pemisah antarspesies. Akan tetapi mustahil untuk mengetahui: dengan makhluk hidup manakah suatu makhluk hidup mampu bereproduksi, hanya dengan mengamati tulang-belulang yang telah menjadi fosil dari makhluk hidup yang hidup di masa lampau.
Pengelompokan berdasarkan pada tingkat kesamaan antar tulang-belulang (dengan kata lain variasi-variasi yang diperlihatkan di antara mereka) mungkin tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti secara ilmiah. Hal ini dikarenakan meskipun sejumlah spesies (seperti anjing) memperlihatkan variasi yang besar, spesies lain (seperti citah) diketahui memiliki hanya sedikit variasi.
Oleh karena itu, ketika fosil yang berasal dari spesies punah diketemukan, variasi yang teramati mungkin bersumber pada satu di antara dua sebab. Variasi ini berasal dari satu spesies yang memiliki variasi yang besar atau dari beberapa spesies berbeda yang menunjukkan variasi yang sedikit. Akan tetapi tidak ada cara untuk mengetahui mana di antara dua kemungkinan ini yang benar-benar berlaku. Bahkan, Alan Walker, pakar paleoantropologi dari Pennsylvania State University, yang juga seorang evolusionis, mengakui kenyataan ini dengan mengatakan bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apakah suatu fosil merupakan perwakilan dari komunitas (masyarakat) dari mana ia berasal atau tidak. Dia menyatakan lebih jauh bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apakah fosil tersebut berasal dari salah satu dari ujung-ujung rentang spesies yang ada, atau di salah satu bagian di tengahnya. (i)
Richard Potts, seorang evolusionis dan antropolog lain, yang juga direktur Human Origins Program (Program Asal Usul Manusia) di Smithsonian Institution, Washington, mengakui kebenaran yang sama tersebut dalam ucapannya: "Menurut pikiran saya sangatlah sulit untuk mengatakan, hanya dari tulang-belulang, di mana garis-garis batas pemisah spesies berada." (ii)
2. Menyatakan keseluruhan ciri suatu spesies hanya dari sejumlah kecil fosilnya adalah keliru.
Para evolusionis menampilkan fosil-fosil H. floresiensis sebagai suatu spesies terpisah, dan menganggap volume otaknya yang kecil dan kerangkanya yang pendek sebagai ciri-ciri spesies tersebut. Namun, faktanya adalah bahwa individu-individu mungkin saja tidak membawa seluruh sifat-sifat yang terdapat dalam perbendaharaan gen populasi (population gene pool, yakni sekumpulan gen-gen yang memunculkan suatu spesies) di dalam tubuh mereka. Dengan kata lain, ciri-ciri yang diperlihatkan oleh individu-individu mungkin saja bukan ciri-ciri yang pada umumnya diperlihatkan dalam populasi tersebut. Dan itulah yang terjadi, semakin sedikit jumlah fosil yang diteliti, semakin besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam membuat anggapan bahwa ciri-ciri mereka merupakan ciri-ciri dari keseluruhan populasi dari mana mereka berasal. Robert Locke, editor majalah Discovering Archaeology, telah menjelaskan hal ini dengan sebuah pemisalan sederhana. Dia mengatakan bahwa jika seorang paleoantropolog masa depan menemukan tulang-belulang milik seorang pemain bola basket profesional, maka manusia abad dua puluh satu mungkin terlihat sebagai suatu spesies raksasa. Dia menyatakan lebih lanjut bahwa sebaliknya jika kerangka itu milik seorang joki, maka kita akan terlihat sebagai makhluk berkaki dua yang pendek dan kecil. (iii)
Singkatnya, menampilkan H. floresiensis sebagai suatu spesies terpisah berdasarkan pada volume otaknya yang kecil dan kerangkanya yang pendek, dan anggapan bahwa keseluruhan individu (keseluruhan anggota populasi asalnya) memiliki ciri-ciri yang sama tersebut, adalah sebuah kekeliruan. Fosil-fosil ini mungkin dapat dianggap sebagai variasi-variasi yang terlihat pada ras-ras manusia masa lampau yang hidup di zaman itu. Sesungguhnya, itulah kebenaran yang mengemuka ketika pengkajian terhadap H. floresiensis tidak dibatasi pada segi anatominya saja.
H. floresiensis: RAS MANUSIA ZAMAN DULU
Seorang manusia mungkin saja kerdil, bervolume otak kecil, memiliki rahang sedikit menonjol atau berdahi sempit. Ia bahkan mungkin berjalan membungkuk dengan punggung menonjol akibat penyakit persendian. Akan tetapi, ciri-ciri anatomis seperti itu tidak menjadikan orang tersebut tergolong dalam suatu spesies di luar manusia.
Orang-orang kerdil modern merupakan bukti hidup akan hal ini. Menurut situs internet the Guinness Records, Tamara de Treaux dari Amerika adalah aktor film layar lebar yang tingginya 77 cm (2 kaki 7 inci). Weng Wang asal Filipina adalah seorang aktor pendek lainnya dengan tinggi badan 83 cm (2 kaki 9 inci). Pasangan pengantin bertubuh terpendek adalah warga Brazil Douglas da Silva (90 cm / 35 inci) dan Claudia Rocha (93 cm / 36 inci). (iv)
Persis sebagaimana orang-orang ini, individu-individu H. floresiensis memiliki kemampuan berkarya dan kemampuan berbahasa, menjalani kehidupan bermasyarakat dan memiliki kecerdasan. H. floresiensis sudah pasti merupakan sebuah penemuan penting khususnya untuk menunjukkan bahwa manusia pada kenyataannya dapat memiliki volume otak yang sedemikian kecil.
Jadi, bagaimana orang-orang ini bisa memiliki volume otak yang sedemikian kecil dan kerangka yang pendek?
Dalam tulisan mereka yang diterbitkan jurnal Nature, (v, vi) para ilmuwan yang menemukan H. floresiensis menyinggung dua kemungkinan berkenaan dengan ukuran fosil-fosil ini. Yang pertama adalah kelainan yang muncul sebagai hasil dari mutasi genetis. Salah satu nama terkemuka dari kelompok penelitian itu, paleoantropolog Peter Brown, menjelaskan dalam sebuah wawancara yang dimuat dalam situs majalah Scientific American bagaimana volume otaknya terlalu kecil untuk penderita kelainan seperti itu (kerdil karena kelainan pada kelenjar pituitary (pituitary dwarves) atau berkepala kecil sejak lahir (microcephalic dwarves). Brown mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda kelainan seperti itu telah ditemukan pada anatomi H. floresiensis, akan tetapi sulit juga mengesampingkan kemungkinan tersebut (vii).
Kemungkinan kedua, yang lebih menjadi pusat perhatian para ilmuwan, adalah bahwa H. floresiensis mungkin telah dipengaruhi oleh sebuah proses yang dikenal sebagai dwarfisme pulau (island dwarfism).
Dwarfisme pulau menjelaskan makhluk hidup yang terpisahkan secara geografis dari populasi di daratan induk mengalami pengecilan ukuran tubuh secara bertahap akibat tidak mencukupinya sumber makanan setempat. Proses ini diketahui dengan baik dari fosil-fosil mamalia yang ditemukan di pulau-pulau. Misalnya, diperkirakan bahwa gajah dengan tinggi tubuh 1 meter yang ditemukan di pulau Sisilia dan Malta berubah menjadi kerdil sedikitnya 5.000 tahun setelah terdampar di pulau tersebut dan terpisahkan dari gajah-gajah berketinggian 4 meter. (viii) Penjelasan ini disalah-artikan oleh Ntvmsnbc.com dan H. floresiensis dinyatakan "telah mengalami sebuah proses evolusi yang tidak diketahui di pulau tersebut." Namun kenyataannya, dari segi apa pun dwarfisme pulau tidak mendukung teori evolusi. Suatu makhluk hidup yang mengalami proses pengecilan ukuran tubuh sama sekali tidak berarti mendapatkan sifat genetis baru apa pun, dan tidak berubah menjadi makhluk hidup lain. Yang terjadi hanyalah pengecilan ukuran dalam batas yang dimungkinkan oleh perbendaharaan genetis (genetic pool)-nya. Oleh karena makhluk hidup baru ataupun sifat baru yang didasarkan pada informasi genetis yang lebih kompleks tidak muncul, maka tidak terjadi "evolusi" apa pun di sini. Misalnya, sebuah radio mini yang dibuat oleh para insinyur masih merupakan sebuah radio, dan tidak ada perkembangan yang mungkin menjadikannya berfungsi sebagai televisi telah terjadi. Sama halnya seperti radio mini yang tidak berevolusi menjadi televisi, H. floresiensis pun tidak berevolusi menjadi bentuk makhluk hidup yang lain. Oleh sebab itu, pernyataan Ntvmsnbc.com tentang H. floresiensis berisi propaganda Darwinis tanpa dasar.
PERKAKAS YANG MEREKA GUNAKAN MERUPAKAN BUKTI BAHWA H. floresiensis ADALAH RAS MANUSIA ZAMAN DULU
Menurut skenario dwarfisme, H. floresiensis dianggap merupakan garis keturunan dari Homo erectus. Pembenaran atas dugaan ini adalah sebagai berikut: Pada tahun 1998, M.J. Morwood, salah seorang peneliti yang menemukan H. floresiensis, melaporkan bahwa mereka telah menemukan perkakas batu yang berusia sekitar 800.000 tahun di penggalian-penggalian sebelumnya di pulau tersebut. (ix) Tidak hanya perkakas ini saja yang menyerupai perkakas buatan H. erectus, akan tetapi anatomi wajah H. floresiensis juga secara umum mirip H. erectus. (x) Tambahan lagi, wilayah Asia Tenggara di mana pulau tersebut terletak adalah salah satu kawasan tempat H. erectus hidup dalam rentang waktu yang lama. Sebuah tulisan yang diterbitkan jurnal Science pada tahun 1996 memaparkan bukti bahwa H. erectus sempat hidup di Jawa, sebuah pulau di Indonesia seperti halnya Flores, hingga sedekat 27.000 tahun yang lalu. (xi)
Semua ini menunjukkan bahwa H. floresiensis adalah satu variasi dari H. erectus dan keduanya mungkin pernah hidup sezaman selama puluhan ribu tahun. (Meskipun digambarkan sebagai satu spesies terpisah dari manusia modern oleh para evolusionis, H. erectus sesungguhnya adalah suatu ras manusia zaman dahulu.
Penipuan Evolusi oleh National Geographic
Kanan; tengkorak H. floresiensis.
Kiri; "Lukisan" Darwinis ditambahkan disamping tengkorak oleh National Geographic.
Pengamatan saksama mengungkapkan bahwa bagian-bagian tubuh seperti bibir, hidung dan telinga, yang tidak dapat ditentukan berdasarkan tulang-belulangnya, telah dilukis, dengan cara tertentu agar memunculkan penampakan mirip kera. Hampir seluruh lembaga pemberitaan paling terkemuka di dunia menggunakan rekonstruksi yang menipu ini dalam melaporkan temuan tentang Homo floresiensis. Sebuah fosil yang sebenarnya sama sekali meruntuhkan skenario evolusi malah diputarbalikkan sedemikian rupa dan ditampilkan kepada jutaan orang seolah-olah merupakan bukti yang sesungguhnya bagi Darwinisme.
YANG DIUNGKAP H. floresiensis SEPUTAR MITOS Evolusi

Paleoantropolog
Peter Brown
Selama lebih dari seabad hingga kini, para evolusionis telah menyatakan bahwa terdapat peningkatan volume otak selama proses evolusi manusia yang dikhayalkan terjadi itu. Mereka juga mengisahkan mitos bahwa selama proses rekaan ini, manusia memperoleh kemampuan bernalar, berkarya dan berbahasa lisan yang mereka miliki seiring dengan perkembangan volume otaknya. Akan tetapi, tak satu pun dari dongeng ini bernilai ilmiah. Henry Gee, editor jurnal Nature dan seorang evolusionis yang telah menulis banyak tulisan dan buku tentang evolusi, mengakui hal yang sama dalam bukunya In Search of Deep Time:
Sebagai contoh, evolusi manusia dikatakan telah didorong oleh perbaikan dalam hal perawakan, ukuran otak, dan koordinasi antara tangan dan mata, yang mengarah pada pencapaian teknologi seperti api, pembuatan perkakas, dan penggunaan bahasa. Tapi skenario seperti ini bersifat subjektif. Semua itu tidak akan pernah dapat diuji melalui percobaan, dan karenanya hal tersebut tidaklah ilmiah. (xii)
Dengan ditemukannya H. floresiensis, mitos bahwa kecerdasan manusia muncul bersamaan dengan peningkatan ukuran otak kini telah semakin menjadi tidak dapat dipercaya. Hal tersebut dikarenakan H. floresiensis, dengan volume otak tak lebih besar dari simpanse, memperlihatkan perilaku yang tidak berbeda dengan manusia yang berotak besar. Oleh karenanya, ini membuktikan bahwa kecerdasan dan kemampuan mental manusia tidaklah sebanding dengan ukuran otak.
Itulah maksud sesungguhnya dari perkataan Henry Gee dalam menafsirkan penemuan H. floresiensis: "Keseluruhan anggapan bahwa Anda membutuhkan ukuran otak tertentu untuk melakukan sesuatu yang cerdas telah sama sekali dipatahkan oleh penemuan ini." (xiii)
"WANITA MUNGIL DARI FLORES MEMAKSA PENINJAUAN KEMBALI SKENARIO evolusi manusia"
Keterkejutan yang sesungguhnya bagi para evolusionis datang dari pengetahuan bahwa apa yang diyakini sebagai hominid (keluarga manusia modern) dengan volume otak yang sedemikian kecil itu hidup bukan berjuta-juta tahun lampau, melainkan hanya 18.000 tahun lalu. Chris Stringer dari Museum Natural History di London mengakui keheranannya sebagaimana berikut:
"Ini adalah makhluk dengan otak seukuran otak simpanse, akan tetapi nampaknya [ia] seorang pembuat perkakas dan pemburu, dan mungkin dilahirkan sebagai keturunan dari pelaut pertama di dunia. Keberadaannya menunjukkan betapa sedikitnya kita tahu tentang evolusi manusia. Saya tidak pernah dapat membayangkan sesosok makhluk seperti ini, yang hidup sedemikian dekat dengan zaman sekarang." (xiv)
Peter Brown, salah seorang pemimpin kelompok penelitian itu, menggambarkan keterkejutannya ketika dia mengukur tengkorak tersebut, dan mengakui bahwa H. floresiensis sama sekali tidak bersesuaian dengan skenario evolusi: "Ukuran tubuh yang kecil mudah diterima, tapi ukuran otak yang kecil adalah sebuah permasalahan yang lebih besar - masih hingga kini." (xv)
Layanan berita jurnal Nature yang menerbitkan penemuan H. floresiensis merangkum permasalahan yang sulit dan membingungkan yang menghadang para evolusionis dengan judul utama yang dipilihnya, "Little Lady of Flores Forces Rethink of Human Evolution" ("Wanita Mungil dari Flores Memaksa Peninjauan Kembali [Skenario] Evolusi Manusia").
PERMASALAHAN, KETERKEJUTAN, PERNYATAAN MEMBINGUNGKAN, SEBUAH TEORI YANG PERLU PENINJAUAN ULANG…
Pernyataan-pernyataan para evolusionis sendiri mencerminkan pukulan berat yang diberikan oleh fosil tersebut terhadap skenario khayalan evolusi manusia. Lebih jauh lagi, penggambaran fosil-fosil ini sebagai bukti bagi evolusi di berbagai media menunjukkan sekali lagi bahwa Darwinisme adalah sebuah sistem kepercayaan yang dipertahankan secara membabi buta agar tetap hidup meskipun bertentangan dengan fakta, karena para evolusionis masih saja menolak meninggalkan teori mereka di hadapan berbagai penemuan fosil yang baru-baru ini telah sama sekali meluluhlantakkan mitos yang mereka ajarkan tanpa kenal lelah selama bertahun-tahun. Nyatanya, kaum evolusionis menyembunyikan setiap sanggahan baru yang melemahkan skenario mereka melalui penemuan-penemuan baru dengan mengatakan, "itu berarti kita berevolusi tidak dengan cara ini, tapi cara itu," dan mereka masih saja berupaya keras mempertahankan mitos evolusi, yang mereka dukung secara membabi buta, agar terus hidup di balik topeng ilmiah.
KESIMPULAN:
Muslihat yang dilakukan para evolusionis dengan menafsirkan variasi pada tulang-belulang zaman dulu menurut prasangka mereka sendiri berisi skenario khayalan evolusi manusia menurut alur yang mereka kehendaki. Perlu dipahami bahwa memberitakan dongeng khayal yang didasarkan pada kemiripan tulang-belulang adalah kegiatan yang tidak bermakna di hadapan fakta yang sesungguhnya.
Organ tubuh yang dimiliki manusia, seperti mata, telinga dan jantung, memperlihatkan kerumitan yang kemunculannya tidak dapat dijelaskan melalui peristiwa acak yang tidak disengaja. Ilmu pengetahuan modern telah mengungkap bahwa ketidaksengajaan (kebetulan) tidak memiliki kemampuan untuk membentuk satu saja dari puluhan ribu protein yang terdapat di dalam satu sel di antara seluruh triliunan sel dalam tubuh manusia, apalagi membentuk keseluruhan organnya.
Dengan organ dan sistem sempurna yang mereka miliki, manusia memperlihatkan keberadaan perancangan yang nyata. Buku-buku pelajaran dan ensiklopedia kedokteran membeberkan tingkat pengetahuan kompleks yang mendasari perancangan manusia tersebut. Tak ada keraguan bahwa asal mula manusia, yang memiliki rancangan sempurna berdasarkan pengetahuan, adalah "penciptaan."
Adalah Tuhan Yang Mahabesar, Pencipta Segala Sesuatu, Yang menciptakan manusia, dan Dia tidak memiliki sekutu dalam Penciptaan makhluk-Nya. Kebenaran ini telah dinyatakan dalam Al Qur'an:
"Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." (QS. Al Kahfi, 18:37-38)
(*) Istilah variasi digunakan dalam biologi untuk memaparkan perbedaan-perbedaan dari sebuah bentuk, fungsi atau struktur yang diketahui. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan suatu makhluk hidup yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan semacam itu.
i Robert Locke, The first human?, Discovering Archaeology, Juli - Agustus 1999, h. 36
ii Julianna Kettlewell, "Skull fuels Homo erectus debate", 2 Juli 2004, http://news.bbc.co.uk/1/hi/sci/tech/3857113.stm
iii Robert Locke, ibid
iv Carl Wieland, "Soggy dwarf bones", http://answersingenesis.org/docs2004/1028dwarf.asp
v Brown P. et al. Nature, 431. 1055 - 1061 (2004).
vi Morwood M. J. et al. Nature, 431. 1087 - 1091(2004)
vii Kate Wong, "Digging Deeper: Q&A with Peter Brown", 27 Oktober 2004, http://sciam.com/article.cfm?chanID=sa004&articleID=00082F87-7D35-117E-BD3583414B7F0000
viii Lister A., et al. Symposia of the Zoological Society of London, 69. 277 - 292 (1996); Marta Mirazon Lahr & Robert Foley, "Human evolution writ small", 27 Oktober 2004, http://www.nature.com/news/2004/041025/full/4311043a.html
ix Morwood M. J. et al. Nature, 392. 173 - 176 (1998)
x Marta Mirazon Lahr & Robert Foley, "Human evolution writ small", 27 Oktober 2004, http://www.nature.com/news/2004/041025/full/4311043a.html
xi C. C. Swisher III, W. J. Rink, S. C. Antón, H. P. Schwarcz, G. H. Curtis, A. Suprijo, "Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens in Southeast
Asia" Science, Vol 274, Issue 5294, 1870-1874 , 13 Desember 1996
xii Henry Gee, In Search Of Deep Time: Beyond The Fossil Record To A New Hýstory Of Life, The Free Press, A Division of Simon & Schuster, Inc., 1999, h. 5
xiii 'Hobbit' joins human family tree, 27 Oktober 2004, http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/3948165.stm
xiv "Our not so distant relative", The Guardian, 28 Oktober 2004, http://www.guardian.co.uk/life/feature/story/0,13026,1337198,00.html
xv " Our not so distant relative", The Guardian, 28 Oktober 2004.

MANGKUK TERTUA DI DUNIA, YANG DITEMUKAN DI CINA, SEKALI LAGI MEMBANTAH GAGASAN DARWINIS TENTANG ''EVOLUSI MASYARAKAT MANUSIA''

Posted: Saturday, March 27, 2010 by Rosliana Devi in
3


Kepingan-kepingan tembikar yang baru-baru ini ditemukan oleh para pakar ilmu purbakala di Gua Yuchanyan di Cina telah sekali lagi merobohkan pemikiran evolusionis mengenai sejarah. Menurut sebuah laporan di BBC News, usia pecahan-pecahan tersebut yang telah ditentukan dengan menggunakan 40 macam teknik Karbon-14 yang berbeda berkisar antara 17.500 dan 18.300 tahun. Keberadaan periuk setua itu merupakan sebuah kekalahan
penuh, dalam istilah evolusinis, karena mereka menyatakan bahwa manusia memulai kehidupan beradab dan menetap pada masa yang mereka sebut sebagai Zaman Batu.

Evolusonis menyatakan bahwa manusia pertama adalah makhluk setengah-kera yang bentuk tubuh dan kemampuan akalnya berkembang seiring dengan perjalanan waktu, bahwa mereka mendapatkan keterampilan baru, dan bahwa peradaban berevolusi disebabkan oleh hal tersebut.

Menurut pernyataan ini, yang didasarkan pada ketiadaan bukti ilmiah apa pun, nenek moyang purba kita yang diduga ada itu menjalani hidup sebagai binatang, lalu menjadi beradab hanya setelah mereka menjadi manusia, dan menunjukkan kemajuan budaya seiring dengan bertambah majunya kemampuan akal mereka.

Gambar-gambar khayalan dari apa yang disebut sebagai Manusia purba, dengan tubuh yang seluruhnya tertutupi bulu binatang, atau sedang membuat api sembari jongkok di bawah kulit binatang, tengah berjalan di sepanjang tepi wilayah perairan sembari memanggul hewan yang baru saja dibunuh, atau sedang berusaha berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan gerakan isyarat dan bersungut-sungut, adalah gambar rekayasa yang dilandaskan pada pernyataan tidak ilmiah ini.

Contoh tembikar yang ditemukan di Gua Yuchanyan pada tahun 1995

amun, temuan-temuan purbakala yang dihasilkan hingga kini dari Zaman Batu, di mana evolusionis menyatakan bahwa “manusia waktu itu baru saja belajar berbicara”, menunjukkan bahwa manusia di masa itu sudah menjalani hidup berkeluarga, melakukan bedah otak dan memahami seni lukis dan musik.

Oleh karena serpihan periuk berusia sekitar 18.000 tahun yang ditemukan di Gua Yuchanyan di Cina juga menampakkan tanda-tanda kehidupan yang berperadaban, maka ini pun membantah “urutan zaman-zaman sejarah” karangan evolusonis. Kepingan-kepingan mangkuk ini, yang usianya ditetapkan antara 17.500 dan 18.300 tahun, adalah sisa-sisa peninggalan tembikar tertua yang pernah ditemukan. Menurut pernyataan evolusionis, manusia semestinya belum menjalani hidup menetap di masa yang disebut sebagai Zaman Batu, dan mestinya hidup di gua-gua sebagai pemburu purba yang menggunakan perkakas yang terbuat dari batu.

Namun temuan-temuan purbakala secara ilmiah membuktikan justru sebaliknya. Pecahan-pecahan barang yang terbuat dari tanah liat yang ditemukan di Gua Yuchanyan itu secara telak menyingkap ketidakabsahan pernyataan evolusonis, yang sejatinya tidak lebih dari khayalan.

Biji-bijian padi juga ditemukan di gua yang sama di tahun 2005. Secara keseluruhan, temuan-temuan ini menunjukkan bahwa manusia yang hidup 18.000 tahun lalu telah bertani dan hidup berperadaban sebagaimana yang dilakukan manusia masa kini.

Kemajuan dan temuan seperti ini yang terjadi di cabang-cabang ilmu pengetahuan seperti arkeologi dan antropologi menyingkapkan bahwa “gagasan evolusi budaya dan masyarakat manusia” adalah sesuatu yang palsu. Temuan yang dihasilkan selama penggalian-penggalian purbakala dengan jelas menampakkan bahwa sejarah ditafsirkan oleh para ilmuwan Darwinis berdasarkan prasangka ideologi materialis. Dongeng “Zaman Batu” tidaklah lebih dari upaya kalangan materialis dalam rangka menampilkan manusia sebagai sebuah makhluk hidup yang berevolusi dari binatang yang tidak berakal dan memaksakan dongeng yang mereka yakini ini pada ilmu pengetahuan.

FOSIL LABA-LABA BERUMUR 165 JUTA TAHUN DITEMUKAN DI CINA

Posted: by Rosliana Devi in
4

Seekor laba-laba 165 juta tahun lalu


Seekor laba-laba yang hidup sekarang sama persis dengan fosil laba-laba yang hidup 165 juta tahun lalu, dan tidak pernah mengalami perubahan sama sekali; dengan kata lain, laba-laba tidak pernah berevolusi.

GAMBAR EMBRIO BUATAN HAECKEL ADALAH PEMALSUAN

Posted: by Rosliana Devi in
2


Dengan gambar-gambar yang dipalsukannya, Ernst Haeckel membohongi dunia ilmu pengetahuan selama seabad

Dalam bukunya tahun 1868 Natürliche Schöpfungsgeschichte (Sejarah Penciptaan Alamiah) Ernst Haeckel menjelaskan bahwa ia telah membuat berbagai macam perbandingan menggunakan embrio manusia, monyet dan anjing. Gambar-gambar yang ia hasilkan berupa embrio-embrio yang hampir serupa. Berdasarkan gambar-gambar ini, Haeckel lalu menganggap bahwa makhluk-makhluk hidup tersebut memiliki asal-usul yang sama.

Tetapi keadaan sebenarnya sangatlah berbeda. Haeckel telah membuat gambar hanya dari sebuah embrio, dan kemudian membuat embrio manusia, monyet dan anjing dari gambar tersebut dengan melakukan perubahan-perubahan yang sangat kecil. Dengan kata lain, hal tersebut adalah sebuah kebohongan.

Itulah yang dikemukakan sebagai “karya ilmiah” (!) yang dikutip oleh Darwin sebagai rujukan dalam bukunya The Descent of Man (Garis Keturunan Manusia). Pada kenyataannya, sebagian orang telah menyadari bahwa gambaran Haeckel adalah sebuah penyimpangan bahkan sebelum Darwin menulis bukunya. Menyusul pemaparan kebohongan tersebut, Haeckel sendiri telah mengakui kebohongan ilmiah besar yang telah ia lakukan:

Setelah pengakuan penengahan dari ‘pemalsuan’ ini saya semestinya patut menganggap diri saya sendiri terkutuk dan terbinasakan jika saja saya tidak memiliki pelipur lara dengan melihat secara berdampingan dengan saya di ruang tahanan ratusan orang – penjahat, di antara mereka banyak yang merupakan pengamat paling tepercaya dan ahli biologi paling terhormat. Sebagian besar dari gambar-gambar di buku pelajaran, acuan dan jurnal biologi terbaik akan mengundang tuduhan ‘pemalsuan’ setimpal, karena kesemuanya itu tidak cermat, dan kurang atau lebih diselewengkan, diubah dan direkayasa. [i]

Tetapi demi menjaga agar ajaran Darwinisme tetap tertopang kokoh, terdapat kebutuhan untuk menyatakan bahwa satu dari bukti-bukti palsu yang ada di tangan mereka itu adalah benar-benar “bukti evolusi”. Penipuan yang dilakukan atau pengetahuan Darwinis tentang hal itu bukanlah hal penting; yang penting dalam pandangan Darwinis adalah agar hal tersebut digembar-gemborkan sebagai bukti evolusi, sekalipun itu penipuan.

Walaupun penipuan itu telah terbongkar, Darwin dan para pakar biologi yang mendukungnya terus menganggap gambar-gambar Haeckel sebagai sumber rujukan. Dan itu semakin membuat Haeckel bersemangat. Pada tahun-tahun berikutnya dia membuat serangkaian gambar perbandingan embrio selanjutnya. Ia menyajikan gambar-gambar yang menunjukkan embrio-embrio ikan, salamander (sejenis kadal amfibi), kura-kura, ayam, kelinci, dan manusia secara berdampingan. Sisi yang layak dicermati tentang hal ini adalah bagaimana embrio-embrio dari makhluk-makhluk hidup yang berbeda ini pada awalnya sangat menyerupai satu sama lain dan secara bertahap berubah menjadi semakin berbeda seiring proses perkembangannya.

Kemiripan antara embrio manusia dengan embrio ikan pada khususnya sungguh sangatlah mencolok. Begitu hebatnya sehingga “insang” bohongan dapat terlihat pada gambar embrio manusia, sebagaimana terlihat pada embrio ikan. Dengan kedok ilmiah yang dia berikan pada gambar-gambar ini, Haeckel mengajukan “ teori rekapitulasi”nya: Ontology Repeats Phylogeny (Ontologi Mengulangi Filogeni). Arti dari slogan itu adalah sebagai berikut; menurut Haeckel, selama proses perkembangan yang dialami di dalam telur atau rahim induk, semua makhluk hidup mengulang “sejarah evolusi” spesiesnya, dari awal permulaan sekali. Sebagai contoh, embrio manusia di rahim ibu pertama-tama menyerupai ikan dan kemudian, pada minggu-minggu berikutnya, menyerupai salamander, reptil dan mamalia, dan pada akhirnya “berevolusi” menjadi manusia.

Tapi ini adalah penipuan akbar.

Pada tahun 1900-an ahli embriologi Inggris Michael Richardson meneliti embrio vertebrata dengan mikroskop dan menyimpulkan ketidakmiripan dengan gambaran Haeckel. Menindaklanjuti penelitian mereka, Richardson dan timnya menerbitkan foto-foto asli embrio-embrio di jurnal Anatomy and Embryology terbitan Agustus 1997. Terlihat bahwa Haeckel telah mengambil bermacam-macam rancangan pola dan mengubahnya dengan berbagai cara agar embrio-embrio tersebut menyerupai satu sama lain. Dia menambahkan organ-organ khayalan pada embrio, menghilangkan organ dari embrio yang lain dan menggambarkan embrio-embrio yang berbeda ukuran sebagai embrio yang memiliki skala sama. Celah yang digambarkan Haeckel sebagai insang pada embrio manusia nyatanya tidak ada hubungannya sama sekali dengan insang. Celah itu sebenarnya adalah saluran telinga bagian tengah dan permulaan dari kelenjar paratiroid dan kelenjar timus. Embrio-embrio tersebut pada kenyataannya sama sekali tidak menyerupai satu sama lain. Haeckel telah membuat segala macam pengubahan pada gambaran-gambarannya.

Sebuah artikel tentang gambar gambar Haeckel, yang telah lama dipertahankan dalam daftar sebagai bukti palsu evolusi, muncul di majalah Science edisi 5 September 1997 dengan judul “ Haeckel’s Embryos: Fraud Rediscovered (Embrio-embrio Haeckel: Penipuan Diungkap Kembali),” yang setelahnya seluruh kalangan dunia ilmiah sependapat bahwa telah terjadi pemalsuan. Artikel tersebut berisi baris-baris berikut:

Tidak hanya Haeckel telah menambahkan atau menghilangkan ciri-ciri, papar Richardson dan rekan-rekannya, tetapi ia juga telah memalsukan ukurannya untuk membesar-besarkan kemiripan antara spesies-spesies, bahkan ketika terdapat perbedaan 10 kali lipat dalam ukuran. Haeckel lebih lanjut mengaburkan perbedaan dengan cara tidak menamai spesies dalam kebanyakan kasus, seolah-olah satu sampel cukup akurat untuk mewakili seluruh kelompok hewan. Dalam kenyataannya, Richardson dan rekan-rekannya mencermati, bahkan embrio-embrio yang berkerabat dekat seperti embrio-embrio ikan sedikit berbeda dalam tampilan dan alur perkembangannya. “Sepertinya, itu (gambar-gambar Haeckel) menjadi salah satu pemalsuan paling terkenal dalam bidang biologi,” [ii]

Pada bulan Maret tahun 2000 evolusionis dan paleontolog dari Universitas Harvard, Stephen Jay Gould, mengatakan bahwa ia telah lama mengetahui penipuan ini. Tetapi ia memilih untuk tetap diam, sebagaimana diharuskan oleh sistem Dajjal. [iii] Segera setelah masyarakat mengetahui bahwa gambar-gambar itu palsu, Gould menyatakan bahwa adalah sebuah pembunuhan akademis untuk tetap menggunakan gambar-gambar itu dan mengatakan : “Kita memang, menurut saya, memiliki hak untuk terkejut dan dipermalukan sekaligus oleh abad pendaur-ulangan ceroboh yang menyebabkan tetap tampilnya gambar-gambar ini di banyak, jika bukan kebanyakan, buku pelajaran modern.” [iv]

Penipuan Haeckel sedemikian nyata dan sedemikian besar sehingga ia didakwa penipuan oleh lima profesor berbeda dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Universitas Jena. [v]

Sir Gavin de Beer, dari Museum Sejarah Alam Inggris, menggambarkan perbuatan sangat memalukan ini sebagai berikut:

“Jarang-jarang pernyataan seperti pada ‘Teori Rekapitulasi’ Haeckel, yang mudah, rapi dan masuk akal, diterima secara luas tanpa pemeriksaan kritis, telah mengakibatkan banyak kerusakan kepada ilmu pengetahuan.” [vi]

Gambar-gambar palsu buatan Haeckel ini pada kenyataannya mencapai tujuan yang diinginkan atas nama evolusi. Walaupun telah dinyatakan palsu, gambar-gambar itu tetap memiliki dampak buruk karena banyak orang yang menganggap gambar-gambar tersebut asli, dan walaupun tidaklah absah secara ilmiah gambar-gambar itu tetap secara merugikan telah mengubah pandangan umum tentang manusia dan diri mereka sendiri pada orang-orang yang masih menuntut ilmu di sekolah-sekolah. Henry M. Morris, pendiri Creation Research Society dan Institute of Creation Research mengkaji keadaan ini dalam kalimat berikut:

Sejak Darwin – dan terutama sejak Freud – psikolog telah beranggapan bahwa manusia hanyalah binatang yang berevolusi dan telah meneliti masalah perilaku berlandaskan pijakan hewaniyah. Percobaan dengan monyet atau binatang lain (bahkan dengan serangga) digunakan sebagai panduan untuk menangani masalah-masalah manusia...

Buah pahit dari teori rekapitulasi itu (yang sejak lama tidak dipercaya secara ilmiah) terus berkembang di banyak wilayah masyarakat… [vii]

Cukup mengherankan, gambar-gambar palsu Haeckel, yang digambarkan sebagai aib ilmiah memalukan dan disikapi dengan keheranan bahkan oleh sebagian evolusionis ketika ditampilkan sebagai bukti, tetap bertahan di tempatnya di berbagai buku pelajaran. Keadaan mengejutkan ini menunjukkan besaran sesungguhnya penipuan Darwinis. Ahli biologi molekuler dari Universitas California Jonathan Wells menggambarkan keadaannya sebagai berikut:

Banyak buku pelajaran menggunakan embrio buatan Haeckel yang sedikit diubah. Salah satu contohnya adalah edisi tahun 1999 buku Biologi karangan Peter Raven dan George Johnson, yang menyertakan keterangan ini pada gambar-gambarnya: “Perhatikanlah bahwa tahap-tahap embrionik awal dari vertebrata-vertebrata ini menunjukkan kemiripan mencolok antara satu dengan yang lain.” Buku pelajaran itu juga memberitahu siswa: “Sebagian dari bukti anatomis terkuat yang mendukung evolusi berasal dari perbandingan mengenai bagaimana organisme berkembang. Dalam banyak kasus, sejarah evolusi suatu organisme dapat diketahui menunjukkan penampakan seiring perkembangannya, dengan embrio yang menunjukkan cirri-ciri dari embrio leluhurnya.”

Contoh lain termasuk edisi 1998 buku Biologi karangan Cecie Starr dan Ralph Taggart:The Unity dan Diversity of Life, yang menyertai gambar-gambar itu dengan penyataan salah berbunyi “embrio permulaan vertebrata sangat menyerupai satu sama lain;” edisi terakhir dari buku Biological Science karya James Gould dan William Keeton, yang memuat: “Satu fakta embriologi yang mendorong Darwin ke arah gagasan evolusi adalah bahwa embrio awal dari sebagian besar vertebrata sangatlah menyerupai satu sama lain;” dan buku teks Burton Guttman tahun 1999, Biology, yang menemani salinan gambar ulang dari embrio buatan Haeckel dengan pernyataan berikut: ”Perkembangan embrionik suatu binatang memiliki petunjuk tentang bentuk nenek moyangnya.” [viii]

Fakta bahwa gambar-gambar palsu Haeckel masih tetap digunakan di buku pemalsuan biologi, seolah-olah merupakan bukti evolusi, tidak diragukan lagi bukanlah kesalahan sederhana. Walaupun hasil pemalsuan, gambar-gambar ini secara sengaja dimasukkan dalam buku-buku pelajaran. Alasan utama untuk hal ini tidak diragukan lagi adalah karena gambar-gambar itu menampilkan bukti-bukti palsu atas kunci utama Darwinisme, kepalsuan yang menyatakan bahwa manusia adalah binatang yang tidak memiliki tanggung jawab. Jonathan Wells membuat ulasan tentang kebohongan ini yang secara sengaja dipertahankan oleh para ilmuwan Darwinis:

Embrio-embrio Haeckel tampaknya memberikan bukti sedemikian sangat kuat bagi teori Darwin sehingga sebagian turunan gambar itu dapat ditemukan di hampir semua buku pelajaran modern yang membahas evolusi. Tetapi para ahli biologi telah mengetahui lebih dari seabad bahwa Haeckel memalsukan gambar-gambarnya; embrio vertebrata tidak pernah terlihat semirip buatannya. Lebih jauh lagi, tahap yang Haeckel beri tanda sebagai “awal” sebenarnya berada di tengah-tengah perkembangan; kemiripan yang ia besar-besarkan didahului oleh perbedaan mencolok di tahap-tahap lebih awal perkembangan. Walaupun Anda mungkin tidak pernah mengetahuinya dari membaca buku pelajaran biologi, “sehimpunan fakta terkuat” milik Darwin adalah sebuah contoh yang bertahan lama tentang bagaimana bukti bisa dipelintir agar cocok dengan suatu teori. [ix]

Walaupun kaum Darwinis bersukacita dalam waktu singkat karena kebohongan yang direncanakan oleh dajjal telah diajukan sebagai bukti palsu untuk teori sesat dan telah menimbulkan dampak yang sedemikian, kebohongan itu pada kenyataannya mempertunjukkan kekecewaan besar bagi mereka. Melalui gambar-gambar Haeckel, orang-orang menyaksikan ukuran penipuan yang bakal ditempuh seorang ilmuwan kawakan atas nama Darwinisme. Sehingga hal itu sekali lagi membuktikan bagaimana Darwinisme senantiasa membutuhkan “kebohongan”. Orang-orang dapat secara jelas melihat bagaimana evolusionis menolak mengakui pemalsuan. Penipuan Haeckel adalah satu lagi potongan bukti penting dari kehancuran teori evolusi dan sistem dajjal. Penipuan ini boleh saja dihadapi oleh kebisuan di abad ke-20, namun abad ke-21 telah menyaksikan hal ini dan penipuan-penipuan serupa terbongkar dan bukti ilmiah asli diperlihatkan. Semakin banyak kepalsuan yang telah terbongkar dan semakin banyak bukti ilmiah asli yang dihasilkan, bertambah hancurnya Darwinisme telah menjadi semakin nyata.

----------------

[i] Francis Hitching, The Neck of the Giraffe: Where Darwin Went Wrong, New York: Ticknor and Fields 1982, h. 204
[ii] Science, 5 September 1997, Elizabeth Pennisi
[iii] Ann Coulter, Godless The Church of Liberalism, Crown Forum Publishing, 2006, h. 240
[iv] http://www.arn.org/docs/richards/jr_sciedreport.htm
[v] Hank Hanegraaff, Fatal Flaws "What Evolutionists Don't Want You To Know", W Publishing Group, 2003, h. 70
[vi] Hank Hanegraaff, Fatal Flaws "What Evolutionists Don't Want You To Know", W Publishing Group, 2003, h. 70
[vii] Henry M. Morris, The Long War Against God, Master Books, 2000, h. 32
[viii] Jonathan Wells, Icons of Evolution, Regnery Publishing, Inc., h. 103
[ix] Jonathan Wells, Icons of Evolution, Regnery Publishing, Inc., h. 82, 83

KAUM DARWINIS, ASAL TEMBAK SAJA!

Posted: by Rosliana Devi in
5

Kaum Darwinis sedang mengejar fosil-fosil yang ditemukan beberapa puluh tahun lalu. Mereka terus mencari fosil yang “dapat mereka rujuk sebagai bentuk peralihan.” Pertama-tama, mereka mengusulkan fosil Ida, yang ditemukan pada 1983, sebagai keajaiban kedelapan dunia. Ketika ini menjadi kegagalan yang memalukan, mereka segera mencabut seluruh pernyataannya tentang Ida. Bintang baru dari pertunjukan ini adalah ARDI.

ARDI (Ardipithecus ramidus) yang ditemukan pada 1994, baru-baru ini digembar-gemborkan sebagai penemuan terhebat 15 tahun kemudian. Kaum Darwinis kembali mengklaim bahwa mereka telah menemukan mata rantai (missing link) khayalan yang telah telah lama dicari. Lembaga-lembaga pemberitaan Darwinis segera bekerja. Dalam beberapa hari nyaris tak ada satu tempat pun di mana nama ARDI tidak bisa dilihat. Teknik penipuan serupa yang telah ada selama 150 tahun lalu kembali digunakan. Propaganda kaum Darwinis sepenuhnya berfungsi sesuai rencana dan semuanya dilaksanakan sesuai aturan kediktatoran Darwinis.

Pada awalnya bentuk kehidupan itu dikemukakan sebagai mata rantai yang sempurna. Mereka mengatakan bahwa “Dia berjalan tegak, meski usianya 4,4 juta tahun.” Gambar-gambar robot dibuat, dan kemudian dianimasikan dengan latar komputer. Gambar seekor kera yang berjalan tegak dengan langkah mantap muncul di semua penerbitan Darwinis. Bagian tampilan gambar dari propaganda tersebut telah lengkap. Segala yang tersisa adalah pernyataan palsu. Dan karena kaum Darwinis terbiasa mengeluarkan pernyataan palsu, hal itu segera terpecahkan. Teknik-teknik propaganda Darwinis telah diterapkan tanpa gangguan.

Satu-satunya hal di luar perhitungan kaum Darwinis adalah bahwa tipu muslihat ini pasti akan terungkap. Bidang ini tidak kosong seperti sebelumnya. Mereka tak pernah membayangkan bahwa tipuan ARDI pasti akan terungkap.


Seperti Semua Dongeng Fosil Peralihan Mereka, Kaum Darwinis Menipu Masyarakat Mengenai ARDI:

Seperti yang telah sering kami jelaskan sebelumnya, kaum Darwinis menggunakan siasat berikut untuk menjelaskan evolusi manusia yang khayalan itu: mereka mengambil seekor gorila atau simpanse yang telah punah. Itu mudah bagi kaum Darwinis karena hanya 120 DARI 6.000 SPESIES KERA YANG PERNAH ADA MASIH HIDUP SAAT INI. Dengan kata lain, sisa-sisa fosil dari 5.880 spesies kera merupakan alat yang sempurna bagi khayalan kaum Darwinis.

Kaum Darwinis umumnya menyusun skenario kuno dengan menggunakan fosil-fosil ini, lalu membuat pernyataan seperti “Baiklah, ini seekor kera, tetapi ibujarinya bengkok dan alas kakinya melengkung, artinya dia sedang berubah menjadi seorang manusia.” Skenario ini benar-benar tak masuk akal, tetapi uraian-uraian tidak masuk akal ini mungkin tampak sangat meyakinkan bagi orang-orang yang awam tentang hal ini ketika diterbitkan di media kaum Darwinis yang terkenal di dunia, ketika diberi embel-embel istilah ilmiah yang sulit dimengerti orang, dan ketika orang-orang yang mendukungnya adalah para profesor yang menganut Darwinisme secara membabi buta, dengan kata lain, ketika kebohongan diulang berkali-kali. Dengan demikian kaum Darwinis memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat, pengaruh media massa serta teknik-teknik propaganda, dan telah menggunakan siasat tercela ini selama bertahun-tahun hingga kini.

Dalam kasus ARDI, kaum Darwinis membuat salinan kembar BONOBO dan bukan spesies-spesies yang telah punah. Dan mereka berkata, “Baiklah, ini seekor kera, tapi dia berdiri tegak!” Kaum Darwinis mengelabui masyarakat dengan pernyataan ini. Mereka mendapati sasaran tembak kosong dan bebas menembak sesuka hati.

Gagasan bahwa ARDI Mampu Berjalan Tegak Adalah Sebuah Penipuan Buruk:


ARDI

Ditemukan pada 1994, kondisi fosil kerangka ini tercerai berai saat pertama kali ditemukan. Sehingga ketika palentolog pertama kali mengangkatnya, potongan-potongan tulang yang terfosilkan itu sangatlah rapuh. Paleontolog yang memeriksa fosil itu mengatakan, dari foto yang diambil ketika pertama kali ditemukan, tulang panggul tampak lapuk dan tulang-tulangnya harus “direkonstruksi (disusun ulang)” milimeter demi milimeter. Sesuai keputusan itu, kaum Darwinis mengambil potongan-potongan tak berbentuk hingga ukuran milimeter dan menyusun sejenis tulang panggul yang mereka inginkan.

Perawakan suatu makhluk hidup adalah perkara rumit yang dapat ditentukan melalui struktur panggul dan perbandingan antara beragam struktur lain pada tubuhnya. Agar perawakan tegak lurus tercipta, tulang panggul harus diperiksa setiap milimeternya dan dengan teknik pengukuran tertentu, dan sudut antara tulang panggul, tulang paha dan tulang lutut harus ditentukan dengan perhitungan yang sangat tepat dan teliti.

Adalah mustahil untuk melakukan perhitungan rumit itu terhadap fosil ini, yang lebih dari setengah bagiannya hilang dan tulang panggulnya telah direkonstruksi (disusun ulang) seluruhnya. Namun sangatlah mudah menyusun fosil itu sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa pemiliknya berjalan tegak.

Setiap paleontolog dapat menyusun potongan-potongan tersebut dan menafsirkan fosil yang baru sesuai keinginannya. Hal ini dimuat dalam sebuah artikel tentang ARDI di majalah Time:

“Sesungguhnya, dengan melihat bukti tersebut, paleoantropolog berbeda mungkin memiliki penafsiran berbeda tentang bagaimana ARDI bergerak ...” [1]

Selain itu, kaki ARDI yang kondisinya masih baik sepenuhnya menolak pernyataan kaum Darwinis mengenai bahasan itu. Ibujari kaki yang menunjuk ke dalam pada kaki ARDI dan tidak adanya kaki melengkung seperti pada manusia adalah sebagian dari bukti-bukti tergamblang bahwa makhluk hidup ini tidak berjalan tegak. Situs BBC mengatakan dalam sebuah laporan mengenai ARDI bahwa berdasarkan bukti itu “ia tidak bisa berjalan atau berlari untuk jarak jaruh.” [2] Sebuah laporan di situs National Geographic mengatakan bahwa “Ardi mungkin berjalan dengan tapak tangannya saat bergerak di pepohonan.” [3]

Kaum Darwinis memilih sebuah fosil untuk membuat tafsiran 15 tahun setelah penemuannya. Fosil yang menjadi tafsiran itu haruslah yang mendukung penuh skenario cara berjalan tegak lurus yang menjadi tumpuan harapan kaum Darwinis. Dan karena tidak tersedia fosil perantara, bahan paling cocok untuk penafsiran bagi kaum Darwinis adalah fosil yang TERPOTONG-POTONG.

Itulah peluang yang ARDI berikan bagi kaum Darwinis: Mereka mengambil fosil yang terpotong-potong tersebut, menyusunnya sesuai pilihan mereka dan membuat tafsiran sekehendak mereka. Dan begitulah tipuan kaum Darwinis bekerja.

Mengapa 15 Tahun Kemudian?

Karena kaum Darwinis sadar bahwa mereka telah dikalahkan. Beberapa tahun terakhir ini khususnya adalah saat di mana kaum Darwinis telah menderita keruntuhan besar dan sangat dahsyat. Teknik-teknik tipuan kaum Darwinis telah terungkap, ketiadaan fosil-fosil perantara apa pun telah dipaparkan jelas, dan kepalsuan kaum Darwinis telah terungkap. Namun yang paling penting dari semuanya, 250 JUTA FOSIL YANG SEMUANYA MEMBUKTIKAN PENCIPTAAN TELAH MUNCUL. Atlas Penciptaan telah memberikan pukulan yang paling telak bagi kaum Darwinis. Hari ini tak seorang pun, termasuk kaum Darwinis, yang tidak tahu bahwa TIDAK SATU FOSIL PERALIHAN PUN ADA. Oleh sebab itu kaum Darwinis berada dalam keadaan sangat terguncang.

Akibat guncangan hebat itu, mereka kebingungan mencari jalan keluar, lalu mereka mengambil fosil-fosil BENTUK KEHIDUPAN SEMPURNA YANG DITEMUKAN 15-20 tahun lalu dari dalam laci dan menulis kisah khayalan tentang mereka. Geliat kaum Darwinis ini adalah petunjuk terjelas tentang kekalahan yang mereka alami. Omong kosong yang dibuat-buat berdasarkan fosil kera atau lemur biasa juga menandai fakta itu. Tetapi sesungguhnya teori evolusi menuntut keberadaan bukan hanya 1, 3 atau selusin FOSIL PERANTARA, MELAINKAN MILIARAN. TAPI SATU FOSIL PERANTARA PUN TIDAK ADA, apalagi miliaran. Alasan kaum Darwinis menyebarluaskan omong kosong ini adalah kekalahan dan keputusasaan mereka.

--------------------

[1] Michael D. Lemonick and Andrea Dorfman, "Excavating Ardi: A New Piece for the Puzzle of Human Evolution," Time magazine (October 1, 2009).
[2] http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/8285180.stm
[3] Jamie Shreeve, “Oldest Skeleton of Human Ancestor Found,” National Geographic magazine (October 1, 2009).

EVOLUSI, RASISME DAN KOLONIALISME

Posted: by Rosliana Devi in
3


Evolusi: Mitos Penyembah Berhala

Sekitar lima ribu tahun yang lalu, di dataran subur di Timur Tengah, agama paganisme berkembang di Mesopotamia. Agama ini memunculkan sejumlah mitos dan takhayyul tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan pada “evolusi”. Menurut legenda Sumeria, Enuma-Elish, kehidupan pertama muncul secara kebetulan di air dan kemudian berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain.

Bertahun-tahun kemudian, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban pagan yang lain, yakni Yunani Kuno. Para filsuf Yunani, yang menyebut diri mereka sebagai “materialis”, hanya mengakui keberadaan materi dan menganggap materi sebagai sumber kehidupan. Karenanya, mereka menggunakan mitos evolusi, yang diwariskan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, Yunani Kuno menjadi jembatan penghubung bagi filsafat materialis dan mitos evolusi. Bangsa Romawi pagan kemudian mewarisi pemikiran ini.

Dua konsep dari kebudayaan penyembah berhala ini diperkenalkan ke dunia modern di abad kedelapan belas. Kaum intelektual Eropa yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani kuno mempercayai paham ‘materialisme’ dengan keyakinan yang sama, yakni mereka sangat anti terhadap agama monoteisme. Buku karya tokoh materialis terkemuka, Baron d’Holbach, The System of Nature dianggap sebagai “rujukan utama ateisme”.

Dalam hal ini, ahli biologi Perancis, Jean Baptist Lamarck, adalah yang pertama memberikan penjelasan rinci tentang teori evolusi. Teori Lamarck, yang kemudian terbantahkan, menyatakan bahwa makhluk hidup berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain melalui perubahan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Adalah Charles Darwin yang mengulangi dan menyebarluaskan pandangan Lamarck, meskipun agak berbeda.

Darwin mengemukakan pandangannya di Inggris tahun 1859, melalui penerbitan bukunya The Origin of Species. Buku Darwin pada hakikatnya adalah penjelasan rinci tentang mitos evolusi, yang awalnya diperkenalkan oleh bangsa Sumeria kuno. Teorinya menyatakan bahwa semua spesies yang berbeda berasal dari satu moyang yang sama, yang terbentuk dalam air secara kebetulan, yang darinya beragam spesies makhluk hidup muncul dalam rentang waktu yang lama.

Pernyataan Darwin ini tidaklah didasarkan atas bukti ilmiah, sehingga tak begitu dipercayai oleh para ilmuwan di zamannya. Para ahli paleontologi khususnya, menyadari bahwa keseluruhan teori tersebut sebagian besarnya adalah khayalan Darwin belaka. Catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak mengalami proses evolusi dari bentuk sederhana ke bentuk lebih sempurna. Bahkan makhluk yang hidup ratusan juta tahun lalu memiliki tubuh yang sama lengkapnya dengan yang masih hidup sekarang. Tak ada jejak “bentuk transisi” yang menurut Darwin pernah ada dan yang dianggap menghubungkan satu spesies dengan yang lain. Di tahun-tahun berikutnya, pernyataan lain dari teori ini terbantahkan satu demi satu. Biokimia mengungkapkan bahwa kehidupan terlalu kompleks untuk dapat muncul secara kebetulan sebagaimana klaim Darwin. Bahkan diketahui bahwa pembentukan secara acak molekul paling sederhana tidaklah mungkin, apalagi sebuah sel hidup. Di sisi lain, anatomi menunjukkan bahwa makhluk hidup memiliki disain khas dan masing-masing diciptakan secara terpisah.

Singkatnya, teori Darwin tidak memiliki landasan ilmiah. Tapi, teori ini dengan cepat memperoleh dukungan politis dikarenakan “pembenaran ilmiah” yang diberikannya pada kekuatan yang berpengaruh di abad kesembilan belas.

Teori Darwin Tentang Ras Manusia

Pada tahun 1871, Darwin menerbitkan bukunya yang lain, The Descent of Man. Dalam buku ini ia menyatakan bahwa manusia berevolusi dari makhluk mirip kera. Darwin tak dapat memberikan bukti apapun yang mendukung klaimnya selain membuat sejumlah skenario khayalan.

Darwin juga memiliki pemikiran yang menarik. Ia berpendapat bahwa sejumlah ras berevolusi lebih cepat dan, karenanya, lebih maju dari yang lain; sedangkan ras-ras lain dianggapnya masih setingkat dengan kera.

Ada satu hal penting lagi tentang teori Darwin, ia membangun keseluruhan teorinya pada konsep “perjuangan untuk mempertahankan hidup”. Menurutnya, konflik sengit, perjuangan berdarah melingkupi alam kehidupan ini. Yang kuat selalu menang melawan yang lemah, dan ini mendorong yang kuat untuk berkembang.

Darwin menegaskan bahwa konflik serupa juga berlaku pada ras-ras manusia. Bahkan sub-judul dari bukunya "The Origin of Species: by way of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life" (Asal Usul Spesies: Melalui Seleksi Alam atau Pelestarian Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan Mempertahankan Hidup), dengan jelas mengungkap pandangan rasialnya.

Menurut Darwin, ras pilihan adalah ‘bangsa kulit putih Eropa’, sedangkan Ras Asia atau Afrika gagal dalam perjuangan mempertahankan hidup. Darwin melangkah lebih jauh, bahkan mengatakan bahwa ras-ras ini akhirnya akan dihapuskan sama sekali:

Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera mirip manusia...tak pelak lagi akan dimusnahkan.

Seperti terungkap jelas dalam pernyataan ini, Darwin adalah seorang rasis tulen yang meyakini keunggulan bangsa kulit putih. Ia meyakini bangsa kulit putih pertama-tama akan memperbudak, dan kemudian memusnahkan ras-ras kelas rendah.

Gagasan Darwin sungguh mendapat sambutan baik. Di zamannya, bangsa kulit putih sedang mencari teori untuk membenarkan tindakan biadab mereka.

Landasan Berpikir Kolonialisme

Sejak abad keenam belas, Eropa mulai menjajah berbagai belahan dunia. Penjajah pertama adalah bangsa Spanyol di bawah pimpinan Christopher Columbus. Dalam waktu singkat, penjajah Spanyol menyerbu Amerika Selatan. Mereka memperbudak penduduk asli, ras masyarakat yang sebelumnya hidup damai. Wilayah Amerika Selatan, yang kaya emas dan perak, dirampok oleh para penjarah ini. Penduduk asli yang berusaha melawan dibantai.

Menyusul Spanyol; Portugis, Belanda dan Inggris turut ambil bagian dalam memperebutkan daerah jajahan. Di abad kesembilan belas, Inggris menjadi imperium kolonial terbesar di dunia. Dari India hingga Amerika Latin, imperium Inggris mengeruk habis sumber-sumber kekayaan alam. Bangsa kulit putih menjarah dunia demi kepentingannya sendiri.

Tentu saja kaum penjajah ini tak ingin dikenang sepanjang sejarah sebagai “penjarah”. Karenanya, mereka berusaha mendapatkan pembenaran bagi tindakannya ini. Mereka berdalih dengan menganggap bangsa terjajah sebagai “kaum primitif atau terbelakang”, bahkan “makhluk mirip binatang”. Pandangan ini pertama kali dikemukakan di masa awal penjajahan, masa ketika Christopher Columbus berlayar menuju Amerika. Dengan menganggap penduduk asli Amerika bukan manusia murni, tapi spesies binatang yang telah berkembang, penjajah Spanyol membenarkan perbudakan yang mereka lakukan.

Saat peristiwa ini terjadi, dalih tersebut tidak mendapat dukungan luas. Sebab, waktu itu masyarakat Eropa secara luas masih percaya bahwa semua manusia diciptakan sama oleh Tuhan dan semuanya berasal dari moyang yang sama, yakni Nabi Adam.

Namun, segalanya berubah di abad kesembilan belas. Tumbuh suburnya paham materialime menyebabkan masyarakat mulai mengabaikan kenyataan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan. Ini juga berarti kelahiran paham rasisme.

Landasan ilmiah rasisme adalah teori evolusi Darwin. Ahli antropologi India, Lalita Vidyarthi menyatakan:

Teori Darwin tentang “kelangsungan hidup bagi yang terkuat“ disambut hangat oleh ilmuwan sosial masa itu, dan mereka percaya bahwa manusia meraih tangga evolusi yang berbeda, yang berpuncak pada peradaban bangsa kulit putih. Hingga paruh kedua abad ke-19, rasisme diterima sebagai fakta oleh mayoritas ilmuwan barat.

Dengan pandangan rasial seperti ini, Darwin memberikan dukungan penuh bagi penjajahan oleh bangsa Eropa. Imperialisme Inggris zaman Victoria mengambil teori Darwin sebagai dasar dan pembenaran ilmiahnya.

Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme

Posted: Friday, March 26, 2010 by Rosliana Devi in
1


Abad 20 yang baru saja kita lewati adalah masa yang dipenuhi dengan peperangan, konflik, bencana, kesengsaraan, pembantaian, kemelaratan dan kehancuran yang luar biasa. Jutaan manusia dibantai, dibunuh dan dibiarkan mati, hidup tanpa rumah dan tempat berlindung. Maka semua dikorbankan demi membela berbagai ideologi menyesatkan. Di setiap peristiwa tampak selalu terpampang nama-nama mereka yang bertanggung jawab : Stalin, Lenin, Trosky, Mao, Pol Pot, Hitler, Mussolini, Franco.

Fasisme dan komunisme adalah dua ideologi utama yang telah menyebabkan umat manusia merasakan berbagai penderitaan di masa kegelapan tersebut. Yang menarik untuk di kaji di sini adalah ideologi-ideologi tersebut ternyata memiliki sumber ideologi yang sama (ideologi induk). Ideologi ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya, senantiasa berada di balik layar hingga saat ini. Dan senantiasa terlihat bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Sumber ideologi ini adalah Filsafat materialistik dan Darwinisme, bentuk penerapan filsafat materialisme pada alam.

Darwinisme muncul abad 19 sebagai penghidupan kembali sebuah mitos ilmu yang telah ada sejak peradaban Sumeria dan Yunani Kuno, oleh seorang ahli biologi amatir Charles Darwin. Sejak kemunculannya Darwinisme menjadi landasan berpijak ilmiah bagi semua ideologi-ideologi yang membawa bencana bagi umat manusia.

Selanjutnya teori evolusi atau Darwinisme tidak terbatas hanya pada bidang biologi dan paleontologi, tetapi merambah pada bidang-bidang sosial, sejarah, politik dan mempengaruhi berbagai sisi kehidupan.

Oleh karena sejumlah pernyataan-pernyataan khusus Darwinisme mendukung sejumlah aliran pemikiran yang di masa itu sedang tumbuh dan berkembang, Darwinisme mendapat dukungan luas dari kalangan ini. Orang-orang berusaha menerapkan keyakinan bahwa terdapat “peperangan (perjuangan) untuk mempertahankan hidup” pada mahluk hidup di alam. Oleh sebab itu, ide bahwa “yang kuat tetap hidup dan yang lemah akan musnah” mulai diterapkan juga pada manusia dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Justifikasi ilmiah Darwinisme inilah yang kemudian digunakan oleh :

a. Hitler untuk membangun ras super
b. Karl marx untuk mengatakan bahwa “sejarah manusia adalah sejarah peperangan antar kelas masyarakat”
c. Kaum kapitalis yang percaya bahwa “yang kuat tumbuh menjadi semakin kuat dengan mengorbankan yang lemah”.
d. Bangsa kolonial untuk menjajah dunia ketiga dan perlakuan biadab mereka.
e. Tindakan rasisme dan diskriminasi.

Mekipun demikian, seorang pendukung teori evolusi dalam bukunya The Moral Animal, Robert Wright, mengulas secara singkat tentang bencana kemanusiaan akibat munculnya teori evolusi, bahwa:

“Tidak dapat dipungkiri, teori evolusi memiliki sejarah panjang yang kelam dalam penerapannya pada hubungan antar manusia. Setelah bercampur dengan filsafat politik di sekitar peralihan abad ini, untuk membentuk ideologi yang tidak jelas, yang dikenal dengan “Darwinisme Sosial”, ideologi ini digunakan oleh kaum rasis, fasis dan kapitalis yang tidak memiliki hati nurani” 1

Rasisme Darwin dan Kolonialisme

Teman dekat Darwin, Profesor Adam Sedgwick adalah satu di antara sekian banyak orang yang melihat bahaya yang akan ditimbulkan oleh teori evolusi di masa mendatang. Setelah membaca dan memahami buku Darwin The Origin of Species, ia menyatakan bahwa “Jika buku ini diterima masyarakat luas, [maka buku] ini akan memunculkan kebiadaban ras manusia yang belum pernah tersaksikan sebelumnya” 2. Dan waktu menunjukkan bahwa Sedgwick benar. Sejarah mencatat bahwa abad 20 adalah periode gelap dimana manusia melakukan pembantaian hanya karena ras atau suku bangsa mereka.

Darwin mengklaim bahwa ”fight for survival (perjuangan untuk mempertahankan hidup)” juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras pilihan” muncul sebagai pemenang dalam peperangan ini. Menurut Darwin ras pilihan adalah bangsa kulit putih Eropa. Sedangkan ras-ras Asia dan Afrika, mereka telah kalah dalam peperangan mempertahankan hidup. Darwin berkata lebih jauh bahwa ras-ras ini akan segera kalah dalam peperangan mempertahankan hidup di seluruh dunia dan akhirnya punah :

“Di masa mendatang tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras menusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama kera-kera antromorfosis (menyerupai manusia) …tidak diragukan lagi akan musnah, selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab, sebagaimana yang kita harapkan, dari Kaukasian sekalipun, dengan jenis-jenis kera serendah babon, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau penduduk asli Australia dengan gorila.” 3

Pada bagian lain The Origin of Species, Darwin mengklaim bahwa bagi ras-ras inferior perlu untuk punah dan tidak ada perlunya bagi ras-ras yang telah maju untuk melindungi mereka dan menjaga mereka agar tetap hidup. Darwin mengibaratkan hal ini dengan mereka yang memelihara hewan-hewan untuk dikembangbiakan :

“Pada manusia-manusia primitif, kelemahan pada tubuh dan akal akan segera dieliminir dan mereka yang tetap hidup biasanya memperlihatkan kondisi kesehatan yang prima. Sekalipun kita manusia-manusia beradab berusaha secara maksimal untuk mengawasi proses eliminasi ini, kita bangun rumah-rumah perawatan bagi orang-orang yang sakit jiwa, cacat dan sakit, kita terapkan undang-undang bagi kaum miskin.. Ada alasan yang bisa dipercaya bahwa vaksinasi telah menyehatkan ribuan orang, yang sebelumnya orang-orang yang lemah fisiknya akan mati karena cacar. Dengan demikian orang-orang yang lemah dari masyarakat beradab melangsungkan keturunannya. Tidak ada seorang pun yang pernah mempelajari pembiakan hewan-hewan piaraan akan ragu bahwa tindakan ini akan sangat merugikan bagi ras manusia.” 4

Teori Darwin yang menolak eksistensi Tuhan telah menyebabkan sebagian orang tidak melihat manusia sebagai sosok yang diciptakan Tuhan dan bahwa semua manusia diciptakan setara. Ini adalah salah satu fakta di balik munculnya rasisme dan penerimaannya secara cepat di seluruh dunia.

Kolonialisme erat kaitannya dengan Darwinisme; dan negara yang sangat diuntungkan oleh pandangan rasis Darwin adalah negeri Darwin sendiri: Inggris. Di masa ketika Darwin mengemukakan teorinya, Inggris sedang mendirikan imperium kolonial nomor 1 di dunia. Semua sumber daya alam di negeri-negeri yang dijajahnya dari India hingga Amerika Latin dirampok oleh imperium Inggris. Sudah barang tentu negeri-negeri penjajah tersebut tidak ingin dituliskan dalam sejarah sebagai negeri perampok dan untuk menutupi kebiadaban ini mereka mencari alasan pembenaran tindakan tersebut. Salah satunya adalah dengan menganggap bangsa jajahan sebagai “orang primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan pandangan ini mereka dibantai dan disiksa secara biadab karena bukanlah manusia, akan tetapi makhluk separuh manusia separuh binatang, dan tindakan penjajah tersebut tidak bisa dikatagorikan sebagai kriminal.


Aliansi Fasisme dan Darwinisme

Nazisme lahir di tengah-tengah kekacauan di Jerman yang kalah dalam perang dunia I. Pemimpin partai Nazi adalah seorang agresif yang sangat benci agama-agama samawi bernama Adolf Hitler. Rasisme adalah cara pandang Hitler, dan ia percaya bahwa ras Arya, komponen utama bangsa Jerman, lebih tinggi dibanding ras-ras lain dan wajib memimpin mereka. Ia memimpikan bangsa Arya akan membangun imperium yang akan bertahan selama 1000 tahun.

Landasan berpijak ilmiah teori rasis Hitler adalah teori evolusi Darwin. Tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran Hitler adalah seorang sejarawan rasis Jerman Heinrich von Treitschke, sosok yang sangat terpengaruhi oleh teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia berpendapat, “Bangsa-bangsa hanya akan maju melalui kompetisi sengit sebagaimana [pendapat] Darwin [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup,” dan menyatakan bahwa ini berarti peperangan panjang yang tak terelakkan. Ia berpandangan bahwa, “Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan.” Ia berpandangan bahwa: “Ras-ras kuning tidak memahami seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani [bangsa kulit] putih dan sebagai sasaran kebencian [orang] kulit putih untuk selama-lamanya” 5

Ketika Hitler membangun teorinya, ia mendapatkan inspirasi dari Darwin, khususnya pemikiran Darwin tentang pertarungan (perjuangan) untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Bukunya yang terkenal diberi judul Mein Kampf (“Perjuagan Saya”) terinspirasi dari pertarungan (perjuangan) untuk mempertahankan kelangsungan hidup ini. Sebagaimana Darwin, Hitler memberikan status kera pada ras-ras non-Eropa, dan mengatakan, “Hapuskan [ras] Jerman Nordik dan tidak ada yang tersisa kecuali tarian para kera.” 6

Sekutu Hitler di Eropa adalah Mussolini (Italia) dan Franco (Spanyol). Mussolini adalah Darwinis tulen yang menjadikan kapak sebagai simbol Fasisme dan Partai Fasis, sebab kapak adalah simbol peperangan, kekerasan, kematian dan pembantaian. Pada tahun 1935 ia menjajah Ethiopia dan berhasil memusnahkan 15000 orang hingga tahun 1941. Selain mendukung dan membenarkan pendudukannya atas Ethiopia dengan pendapat Darwin yang rasialis, Mussolini berpendapat bahwa Ethiopia adalah bangsa inferior (kelas rendah) sebab mereka adalah ras hitam; dan diperintah oleh ras superior seperti bangsa Italia merupakan sebuah kehormatan bagi bangsa Ethiopia. Libia pun tidak lepas dari kolonialisme Mussolini, dimana sekitar 1.5 juta kaum Muslimin terbunuh.

Gerakan Nazi dan Rasisme kini bangkit lagi dalam bentuk Neo-Nazi, dengan sumber inspirasi yang tidak berbeda dengan pendahulunya, yakni Darwinisme.

Darwinisme: Sumber Kekejaman Komunis

Ideologi yang mengakibatkan malapetaka yang paling dasyat bagi kemanusiaan di abad yang baru saja kita tinggalkan adalah Komunisme. Komunisme, yang mencapai puncak sejarahnya oleh dua tokoh filsuf Jerman Karl Marx dan Friedrich Engels di abad 19, menumpahkan darah lebih banyak dibanding kaum Nazi dan imperialis. Dua orang ini adalah tokoh ateis tulen yang sangat membenci agama.

Akan tetapi Marx dan Engels memerlukan penjelasan atau pembenaran ilmiah bagi ideologi mereka agar dapat menarik simpati masyarakat luas. Sungguh menarik bahwa teori evolusi yang dikemukakan Darwin dalam buku The Origin of Species berisi penjelasan yang dicari-cari oleh Marx dan Engels. Darwin mengatakan bahwa makhluk hidup muncul sebagai hasil dari proses “perjuangan untuk mempertahankan hidup” atau “konflik dialektik”. Tambahan lagi, Darwin adalah seorang yang menolak adanya penciptaan dan mengingkari kepercayaan agama. Ini adalah kesempatan baik bagi Marx dan Engels yang tidak boleh dilewatkan.

Darwinisme memiliki kaitan yang sedemikian sangat penting dengan Komunisme sehingga beberapa bulan setelah buku Darwin terbit, Friedrich Engels menulis kepada Karl Marx, “Darwin, yang [bukunya] kini sedang saya baca, sungguh bagus.” 7 Karl Marx lalu membalas surat Engels pada tanggal 19 Desember 1860, “Ini adalah buku yang berisi dasar berpijak pada sejarah alam bagi pandangan kita.” 8 Dalam sebuah surat yang ditulis Marx kepada Lassalle, seorang rekan sosialisnya, pada tanggal 16 Januari 1861, ia mengatakan, “Buku Darwin sangatlah penting dan membantu saya [meletakkan] landasan berpijak dalam ilmu alam bagi perjuangan kelas dalam sejarah.” 9

Lenin adalah sosok yang menjadikan proyek revolusi Komunis Karl Marx terealisasi melalui revolusi Bolshevik yang berhasil menggulingkan Tsar Rusia melalui kudeta bersenjata di bulan Oktober 1917. Setelah itu, Rusia menjadi ajang perang saudara antara kaum Komunis dan para pendukung Tsar Rusia selama sekitar tiga tahun. Tak berbeda dengan pendahulunya, Lenin adalah pengagum Darwinisme dan mengatakan, “Darwin telah membungkam kepercayaan bahwa spesies hewan dan tumbuhan tidak memiliki kaitan satu sama lain, kecuali secara kebetulan, dan bahwa mereka diciptakan oleh Tuhan, dan oleh karenanya tidak bisa mengalami perubahan.”10

Trotsky boleh dibilang arsitektur paling penting dalam revolusi Bolshevik setelah Lenin. Ia pun tak lepas dari kekagumannya kepada Darwin, “Penemuan Darwin adalah kemenangan terbesar dialektika di segala aspek kehidupan”. 11

Setelah kematian Lenin di tahun 1924, Stalin, yang dianggap sebagai diktator paling berdarah-darah dalam sejarah dunia, menaiki tahta Partai Komunis. Di tangan Stalin, Komunisme tampak jelas sebagai sistem ideologi yang paling sadis. Sekitar 20 juta manusia tak berdosa mati di masa pemerintahan tangan besinya. Para sejarawan mengungkapkan bahwa kebrutalan ini memberikan kebahagiaan tersendiri baginya. Ia sangat bahagia ketika duduk di mejanya di Kremlin sambil membaca dengan seksama orang-orang yang mati di kamp-kamp konsentrasi ataupun yang telah tewas dieksekusi.

Hal yang menjadikannya jagal biadab adalah filsafat materialis yang diyakininya. Dalam perkataan Stalin sendiri, dasar berpijak utama filsafatnya adalah teori evolusi Darwin. Ia menjelaskan betapa pentingnya ia memegang pemikiran Darwin: “Tiga hal yang kita lakukan untuk menghormati akal para pelajar seminari kita. Kita harus ajarkan kepada mereka usia bumi, asal-muasal bumi, dan ajaran-ajaran Darwin.” 12

Satu lagi rejim komunis yang menjadikan Darwinisme sebagai pijakan ilmiah telah didirikan di China. Para pendukung komunis di bawah pimpinan Mao Tse Tung memegang kendali kekuasaan pada tahun 1949 setelah perang saudara yang berkepanjangan. Mao mendirikan rejim yang kejam dan opresif sebagaimana sekutunya, Stalin. Mao secara terang-terangan mengumumkan landasan filosofis sistem yang dibangunnya dengan mengatakan, “Sosialisme China dibangun di atas Darwin dan teori evolusi.” 13

Kapitalisme dan Seleksi Alam di Bidang Ekonomi

Istilah kapitalisme berarti kedaulatan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa kendala yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat berkompetisi dalam batasan-batasan. Terdapat tiga elemen penting dalam kapitalisme: individualisme, kompetisi dan mengeruk kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena dimana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat keras dan kasar. Ini adalah arena sebagaimana yang dijelaskan Darwin, dimana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan musnah, dan tempat dimana kompetisi yang sengit mendominasi. Mental kapitalis tidak merasakan adanya tanggung jawab etis atau hati nurani atas orang-orang yang terinjak-injak di bawah kaki mereka. Ini adalah Darwinisme yang dipraktekkan dalam masyarakat di bidang ekonomi

Dalam biografinya, Andrew Carnegie, seorang pemilik kapital utama di Amerika, menyatakan kepercayaannya pada evolusi dengan perkataannya, “Saya telah menemukan kebenaran evolusi.” 14 Dalam artikel Darwin’s Three Mistakes, ilmuwan evolusioner Kenneth J. Hsü, membongkar pemikiran Darwinis kaum kapitalis Amerika, termasuk pernyataan Rockefeller yang menyatakan bahwa, “pertumbuhan bisnis besar hanyalah sekedar [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup; [hal] tersebut hanyalah cara kerja hukum alam.” 15

(Disarikan dari buku The Disasters Darwinism Brought to Humanity by Harun Yahya, Al-Attique Publisher Inc. Canada, 2001)